Kamis, 28 Maret 2013








iron sculpture. abstract iron. sculpture trend 2013. nail sculpture

KERAMIK LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT



KERAMIK LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT
Desain, Fungsi, dan  Peran dalam Pariwisata  Kontinuitas dan Perubahannya

Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat terletak pada gugusan pulau yang membujur ke arah Timur-Barat, antara 115°67' BT dan melintang dari Utara ke Selatan 80°5' LS.(Lalu Ahmad Muhidin, 1998 : 11). Nusa Tenggara Barat terdiri pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Wilayah ini diapit oleh dua propinsi, pada bagian barat propinsi Bali dan bagian Timur  Nusa Tenggara Timur.
Posisi yang berdekatan dengan kedua wilayah kepulauan terjadi hubungan saling mempengaruhi, baik dalam bidang ekonomi, seni budaya, dan relegi. Terjadi akulturasi budaya yang datang dari luar pulau Lombok dengan budaya lokal. Ethnis Sasak, Samawa dan Mbajo masih-masinng telah memiliki kebudayaan sendiri.  Masyarakat Lombok semula terdapat konsep filsafat  Hindhu-Budha, namun ajaran-ajaran Islam masuk dan dianut sebagian besar penduduknya. Hal ini berpengaruh pada pola hidup dan hasil seni budaya setempat. Pengaruh dari luar yang berkaitan dengan perkembangan pariwisata misalnya, memberikan dorongan tumbuh dan berkembangnya dunia kesenian termasuk dalamnya seni kerajinan Lombok.
 Berbagai macam seni kerajinan yang dihasilkan dari wilayah Lombok, antara lain kerajinan kayu dengan produk mebel dan carving, kerajinan anyam, bambu,  mutiara, kerajinan keramik, dan lain sebagainya. Seni Kerajinan ini menyebar diseluruh wilayah Lombok. Memiliki corak dan ciri khas tersendiri seperti anyaman kethak, hiasan cukli , finishing natural dari bahan alami, dan lain sebagainya.
  Dari berbagai macam kerajinan tersebut salah satunya adalah seni kerajinan keramik/gerabah. Kerajinan ini menyebar hampir diseluruh wilayah, Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur. Lombok Barat terkonsentrasi di wilayah Desa Banyu Mulek, Lombok tengah di Penujak, dan Lombok Timur di Masbagik. Ketiga wilayah tersebut mereupakan pusat-pusat perkembangan keramik Lombok. Masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian sebagi pembuat keramik/gerabah. Mereka membuat keramik dan menjualnya. Pada awalnya keramik yang dihasilkan merupakan keramik tradisional sebagai pemenuh kebutuhan rumah tangga. Keramik Lombok dikerjakan oleh perajin dari generasi ke generasi. Pembuatan keramik di Lombok semula dikerjakan oleh kaum wanita.  Mereka hanya mengerjakan barang-barang keramik untuk keperluan hudupnya, sebagai pelengkap kebutuhan dapur dan upacara adat. Periuk tanah yang berfungsi untuk memasak diletakan diatas jangkin (angelo), kendi, genthong,  dan lain sebagainya.
Perkembangan terakhir produk keramik Lombok memiliki karakter desain yang simple dan unik yang berfungsi tidak lagi sebagai pemenuh keperluan rumah tangga namun dengan sentuhan seni dan finishing khas tradisional, maka keramnik Lombok menjadikan barang kerajinan keramik sebagai benda pajang/hias. Benda hias ini telah diproduksi dengan kuantitas yang meningkat, seiring dengan minat konsumen baik dari dalam maupun manca negara.
 Seiring dengan perkembangan jaman keramik Lombok telah dilakukan usaha-usaha pengembangan dari berbagai instansi yang terkait baik swasta maupun pemerintah. Datangnnya bantuan dari negara New Zeland yang berupa “New Zelan Projec”, maka terjadilah perubahan desain yang cukup signifikan terutama pada bentuk dan finishing. Disamping itu pertumbuhan pariwisata yang telah merambah di wilayah Lombok, dan minat wisatawan akan kerajinan keramik Lombok kian meningkat.
Keramik Lombok terutama pada desain dan fungsi memiliki keunikan tersendiri, hal ini berlum bayak di bahas oleh para peneliti. Dari studi awal penulis ditemukan beberapa yang telah dilakukan yaitu Jean McKinnon  yang menulis secara lengkap tentang antropologi masyarakat Sasak dan proses pembuatan keramik tradisional, namun pembahasan tentang desain dan perubahan fungsi belum detail, terutama sekali yang dikaitkan dengan perkembangan pariwisata yang secara nyata ikut andil dalam perkembangan keramik di Lombok. Alit Widiastuti juga menulis tentang kerajinan keramik Banyu Mulek Lombok Barat, tulisan membahas tentang keberadaan kerajinan Keramik di Banyumulek saja belum mencakup wilayah Lombok secara keseluruhan mengingat Masbagik dan Penujak memiliki khas desain tersendiri. Penulisan yang telah ada tampaknya pembahasan masih bersifat sepotong-sepotong, namun dalam rencana desertasi ini menulis tentang desain, fungsi, pengaruh dunia pariwisata, dan kontinuitas serta perkembangannya.
Pada jaman penjajahan Belanda kegiatan pariwisata telah dimulai oleh bangsa-bangsa barat sejak 1910, (Richard Sihite, 2000 : 17). Setelah disetujui oleh pemerintah Belanda untuk membentuk sebuah agen pariwisata (travel Agent) yang mengurus perjalanan pariwisata ke Indonesia. Dengan demikian arus kunjungan pariwisata kian tahun kian meningkat. Bali adalah salah satu tujuan wisatawan yang sangat populer dengan keanekaragaman budaya Hindu membuat wisatawan betah tinggal. Pulau Lombok berdekatan dengan Bali dengan keindahan alam yang masih alami wisatawan m,encoba untuk berkunjung ke sana. Awalnya hanya melihat keindahan alam kemudian budaya termasuk seni ndan kerajinan. Maka kerajinan keramik tidak luput dari sasaran untuk dijadikan souvenir.
Keramik tradisional di Indonesia masih terbatas pada  produk gerabah atau tembikar. Kata gerabah berasal dari bahasa Jawa yang menunjuk pada alat-alat dapur (kitchenware) misalnya kendi, belanga dan lain sebagainya. Sebutan gerabah digunakan oleh masyarakat Jawa sehingga kata gerabah jarang sekali digunakan di luar pulau Jawa. Sementara kata tembikar berasal dari bahasa  Melayu, dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa tembikar juga berasal dari tanah liat namun telah di dilapisi dengan pelapis gilap yang saat ini boleh jadi disebut keramik. Antara Keramik, gerabah dan tembikar sebetulnya maksudnya sama hanya asal bahasanya berbeda namun prinsip makna sama yaitu bahan dari tanah liat yang dibakar.
Para perajin tradisional pada umumnya membuat keramik dengan teknologi sederhana, karena berbasis pada peralatan yang sederhana dan teknik tradisional pula. Pengerjaan dilakukan secara  manual baik dalam pengolahan bahan, pembentukan dan pembakaran. Persiapan bahan dengan cara diinjak-injak dengan kaki yang dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan tanah yang liat, pembentukan dengan tatap tumbuk (ditahan dan dipukul) dengan kayu dan batu, pembakaran dengan tungku ladang yang hanya menggunakan ranting dan daun-daun kering. Proses ini dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang mereka sehingga mentradisi. Sifat tradisional ini mengalami evolusi perkembangan yang cukup panjang. Masyarakat pendukung kian memaknakan jika terjadi perubahan berarti penyimpangan. Hal ini dikarenakan bahwa pada dekade tertentu masyarakat pendukungnya  tidak berubah dengan pola kegiatan lama. Sebagian masyarakat pecinta seni -meskipun tidak semuanya- menangkap pengertian seni tradisi (tradition ort) sering diperbandingkan dengan seni modern (modern art). Seni modern sering dikaitkan dengan kebebasan ide, teknik dan hasilnya lebih menekankan kepada rasa individualisme penciptanya. Bebas berekspresi mengeluarkan gagasan-gagasan sebagai pemenuh kepuasan diri penciptannya. Sementara seni tradisi selalu dikaitkan dengan patronisasi-patronisasi yang telah ada. Pakem (Jawa) dan hukum-hukum telah ditentukan dari pendahulunya.[1]
  Dalam pengertian kebudayaan istelah tradisi sering dikaitkan dengan unsur-unsur kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui proses pembudayaan (akulturasi budaya). Dalam istilah sosiologi adalah sosialisasi. Tradisi adalah klebiasaaan yang berulang-ulang turun-temurun. Apabila kata tradisi dikaitkan dengan seni, dengan demikian seni tradisi kurang lebih dapat diartikan didalamnya terkandung nilai kepercayaan atau keyakin yang dalam hal bentuk, fungsi dan proses perwujudannya bersifat kolektif dan beulang-ulang.  Seni tradisi juga dipahami sebagai hasil kebudayaan yang telah baku, puncak dari keberhasilan/kesempurnaan sehingga dipahami oleh pendukungnya tidak dapat disempurnakan lagi. Pengertian ini sering dikaitkan dengan seni kraton yang secara historis seni yang terikat dengan exclusive art  sehingga sulit dipengaruhi dan tabu terhadap perubahan.[2]
Meskipun keramik tradisional pada umumnya memiliki keadaan yang sama, namun usaha-usaha pembinaan dari pihak yang menginginkan perubahan baik dari pemerintah maupun dari pihak swasta sebagian menampakkan hasilnya. Oleh karena gerabah tradisional ini lambat laun tidak sesuai dengan dengan kebutuhan perkembangan jaman, sehingga makin lama pendukungnya meninggalkannya. Semula kegiatan tersebut merupakan penghasilan pokok sebagai matapencaharian dalam menopang hidupnya. Kebutuhan akan peralatan dapur tidak lagi menggunakan gerabah namun telah tergantikan dengan produk bahan lain seperti dari bahan plastik dan logam. Dominasi produk ini untuk pemenuh kebutuhan rumah tangganya sangat berpengaruh dalam mengobah pola pikir baru mengingat bahan bukan keramik ini  memiliki sifat yang tidak mudah pecah maupun retak. Usaha-usaha peningkatan pengalihan produk keramik tradisional dari yang semula fungsional kemudian dirubah menjadi barang-barang yang berfungsi ganda dengan menambah nilai artistik pada produk mereka. Bahkan pada perkembangannya sering juga meninggalkan nilai fungsi dan hanya sebagai barang hiasan belaka. Perubahan ini dapat meningkatkan  segi kualitas material dan kualitas tampilan. Kualitas material diusahakan dengan cara perbaikan pada pemilihan bahan dan kualitas tampilan diusahakan memperbaiki  sisi desain dan teknik pengerjaan. Kegiatan dalam memproduksi keramik tradisional menjadi bangkit kembali dengan perubahan tersebut. Dan pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian masyarakat perajin.
Perkembangan desain pada beberapa sentra industri kerajinan pada umumnya meningkat dengan pesat. Desain keramikpun meningkat seiring dengan pertumbuhan minat konsumen akan keranjinan keramik ini. Desain datang muncul dari dua arus yang saling mendukung, pertama desain yang berkembang dari perajin sendiri yang memberi embrio atas karakter desain pada setiap sentra kerajinan keramik. Setelah melalui berbegai usaha pengembangan maka kerajinan keramik telah dilihat dan dibeli oleh pembeli dari luar negeri. Pada awalnya pendatang dari luar negeri hanya sekedar menjadi wisatawan biasa namun karena mereka mencoba membeli produk kerajinan sebagai barang oleh-oleh bagi handai taulan dan sangat diminati di tempatnya (negera asal), maka mulailah mereka mengusahakan produk tersebut menjadi komudite ekspor yang mereka mengimpor dari Indonesia. Terjadilah kegiatan dagang kerajinan kereamik. Oleh karena kompetitor dari luar Indonesia seperti dari Thailan, Vietnam, ada juga yang membuat benda serupa tapi tak sama, maka mereka mencoba membawa ke Indonesia untuk diproduksi, dengan demikian desain telah datang dari luar, bahkan si buyer telah juga membuat produk dengan desain baru dan bahkan mencoba mengkombinasikan desain lokal dengan desain yang baru.
Desain Industri kerajinan tidak dapat terlepas dari beberapa aspek. Keistimewaan sebuah produk kerajinan keramik terletak pada keunikan garapan dan hand made. Sentuhan tangan ini membuat kerajinan keramik sangat dihargai di manca negara. Dalam mengolah desain indutri mengkaitkan produk yang akan di buat dengan pasar.             Desain adalah suatu konsep pemikiran untuk menciptakan suatu produk, melalui perencanaan sampai perwujudan. Atau bisa juga suatu rencana yang terdiri dari beberapa unsur untuk mewujudkan suatu hasil karya yang nyata. Penjabaran arti disain tersebut ialah bahwa perencanaan itu dapat melalui gambar atau bentuk benda sebagai sarananya. Misalnya dalam angan-angan akan menciptakan bentuk gerabah, kemudian disket dalam bentuk alternatif disain yang kemudian digambar (gambar kerja) sesuai sekala yang ditentukan  atau dengan membuat suatu miniatur sebagai sarana pencarian bentuk yang sesuai, kemudian dicontoh dengan skala lebih besar.
            Di samping ketepatan daya guna juga tidak ditinggalkan masalah keindahan. Keindahan suatu produk gerabah tidak saja terletak pada banyaknya dekorasi yang diterapkan, tetapi komposisi yang sesuai dengan bentuk secara keseluruhan. Komposisi merupakan salah satu unsur disain yang perlu diperhatikan . Karena dalam komposisi mengandung unsur-unsur kesatuhan, irama dan keseimbangan, kontras, proporsi dan pewarnaan, maka untuk membuat disain yang baik peranan unsur-unsur tersebut sangat diperlukan  dan menentukan. Perimbangan-pertimbangan tentang bagaimana membuat disain yang baik akan dicapai suatu hasil produk yang benar-benar indah secara keseluruhan. Seperti halnya penempatan dekorasi yang tidak mengalahkan bentuk body secara keseluruhan. Sebagai contoh misalnya, membuat suatu produk gentong (guci), sebenarnya pemberian dekorasi tidak harus seluruh body diberi hiasan, tetapi bisa sebagian saja, hal ini agar keindahan body tidak hilang karena penuhnya ornamen. Contoh lain misalnya membuat sauvenir harus mempertimbangkan masalah ukuran, berat dan keriskanan ketika seorang pembeli membawa pulang. Tidak mungkin sebuah souvenir berukuran besar dan berat lebih dari kekuatan tentengan tangan. Produk gerabah akan sangat riskan apabila benda yang di bikin mempunyai banyak bentuk yang  bagian badannya terlalu kecil atau ada bagian yang runcing sehingga mudah patah atau pecah.
             Fungsi atau daya guna yang sesuai dengan kebutuhan  akan menambah kenyamanan pemakainya terutama benda-benda fungsional praktis (bukan hanya sekedar hiasan). Sebagai contoh misalnya memproduksi sebuah asbak, hendaknya asbak tersebut dapat dengan mudah untuk dibersihkan sisa abu rokoknya, dapat menyelipkan batang rokok untuk tidak goyah karena batang rokok yang semakin habis akan mudah jatuh jika tidak diselipkan. Bahan yang dipakai terutama bahan asesoris non gerabah  yang mudah terbakar perlu diperhitungkan agar posisinya tidak tersentuh api.
            Perhitungannya sekarang ialah, sebuah disain yang baik apabila si perancang dapat mengetahui secara keseluruhan tentang penggalian alternatif-alternatif bentuk disain yang dikaitkan dengan kondisi pasar. Disain yang baik bagi perajin laku dan tidaknya barang itu testnya ada pada konsumen yang menggunakannya. Jika barang itu laku maka disain itu bagus jika barang itu tak laku maka disain itu dianggab tidak bagus
            Judul penelitian yang diajukan pada penulisan ini adalah Kerajinan Keramik Lombok Nusatenggara Barat. Penelitian ini mengungkap tentang beberapa hal tentang keberadaan keramik Lombok tersebut.  Terdapat beberapa variabel yang juga telah dirumuskan pada judul yaitu, Desain yang  sangat terkait dengan perubahan fungsi keramik, perubahan dan perkembangan desain dan fungsi tersebut diakibatkan faktor luar dalam hal ini adalah perkembangan pariwisata. Dari beberapa variabel tersebut dicoba untuk diketahui sejak awal munculnya  kontinuitas serta perubahannya. Hal ini untuk mengungkap lebih mendalam  tentang desain termasuk bentuk, motif, warna, finishing, fungsi dan pengaruh  pariwisata atas keberadaaanya. Pusat perhatian permasalahan yang akan dipecahkan antara lain: a) Bagaimana desain kerajinan keramik di Lombok Nusa Tenggara Barat, yang terkait dengan aspek awal munculnya bentuk-bentuk keramik asli tradisional yang bermakna tertentu dan bersifat fungsional, proses produksi, sampai pada perubahan desain setelah melalui berbagai pengaruh dari dalam maupun dari luar, b). Bagaimana penagaruh pariwisata atas perkembangan keramik di Lombok Nusa tenggara barat tersebut. c). Adakah perbedaan desain dan fungsi pada setiap sentra kerajinan gerabah pada setiap wilayah sentara yaitu Masbagik, Penujak, dan Banyumulek. d). Apakah ada pengaruh dari kebudayaan tertentu tentang awal munculnya keberadaan keramik Lombok, mengingat masyarakat Islam dan Hindu-Budha hidup berdampingan yang masing-masing masih menjujung tinggi pada sistem relegi mereka. e). Bagaimana kontinuitas dan perubahan keramik Lombok dari masa lalu hingga kini.
Sentara-sentara industri kerajinan keramik Lombok  menyebar di seluruh Pulau Lombok. Namun pada penelitian ini dibatasi pada tida wilayah sentara kerajinan yaitu Masbagik, Penujak dan Banyu Mulek. Pembatasan ini dengan pertimbangan bahwa ketiga wilayah tersebut telah megalami perubahan dan perkembangan. Mereka menggeluti kerajianan keramik yang memiliki latar belakang yang juga berbeda. Disamping itu kerajinan selain tiga wilayah tersebut mulai surut dan ditinggalkan oleh para pendukungnya. Untuk itu Pemilihan ketiga wilayah sentara tersebut penulis anggab tepat mengingat  masing-masing telah mewakili wilayah yang lebih luas yaitu, Lombok Timur desa Masbagik, Lombok tengah desa Penujak, dan Lombok Barat desa Banyumulek.


[1] Slamet Subiyantoro, 1999, "Perubahan Fungsi Seni Tradisi: Upaya rasionalisasi Terhadap Pengembangan dan Pelestarian Kebudayaan" Seni, Edisi VI/04 mei 1999, BP ISI Yogyakarta, p. 345.
[2] Ibid.,p. 345.

Senin, 25 Maret 2013

METODE INVENTARISASI SENI KRIYA INDONESIA Studi Kasus Metode Penghitungan Nilai Harga pada Seni Kriya Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia



METODE INVENTARISASI SENI KRIYA INDONESIA
Studi Kasus Metode Penghitungan Nilai Harga pada Seni Kriya
Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia

Timbul Raharjo
I.        Abstak
Karya seni kriya di istana kepresidenan RI ribuan jumlahnya. Karya seni kriya itu memiliki nilai tinggi sehingga cukup sulit untuk menentukan berapa nilai ekonominya. Sejak 2010 sekretariat kepresidenan bekerja atas instruksi dari departemen keuangan RI menghitung nilai ekonomi  dari karya seni kriya yang ada di istana Negara. Ringkasnya bagaimana cara menghitung  nilai itu agar dapat didata sebagai asset Negara RI. Telah berulangkali dilakukan namun mengalami kesulitan mengingat jumlah, variasi produk, dan macam bahan seni kriya itu begitu komplek, sehingga sulit dicari pembanding karya yang setara yang ada di pasaran. Maka diterapakan metode menghitung karya seni kriya istana Negara itu dengan cara berdasarkan material dasar dan proses kerja karya hasil produksi dizaman sekarang. Maka ditemukanlah rumusan cara penghitungan karya itu.

II.      Latar Belakang
Secara umum inventarisasi  dalam seni kriya dimaknai sebagai sebuah upaya mengumpulkan memilah-milah suatu produk seni dalam sekala wilayah tertentu. Setiap kantor instansi pemerintah yang menangani seni budaya diyakini telah melakukan inventarisasi terhadap seni kriya itu, namun metode inventarisasinya belum mendetail,  seperti tentang penghitungan nilai. Pencatatan juga sebagai upaya pendataan  seni kriya bewujud artefac, ternyata memiliki nilai ekonomis yang telah menjadi kekayaan Negara. Kegiatan inventarisasai pada dasarnya untuk memperoleh data atas produk seni kriya yang dimiliki, dikuasai, atau diurus oleh instansi, baik diperoleh dari upaya sendiri, pembelian maupun hibah. Spesifikasinya meliputi, jenis, jumlah, waktu, harga, tempat, kondisi, dan perubahan-perubahan  guna pengendalian dan pengawasan.
Seni kriya sebagai produk seni yang konon susah diprediksi nilainya terutama nilai artistic, kesejarahan, keantikkan, sampai pada penentuan nilai ekonominya. Oleh karenanya, dalam pencatatan dan penghimpunan data terjadi kesulitan dalam penentuan nilainya. Sebab kadang kala nilai bahan tidak sebanding dengan nilai seninya. Sehingga penilaian karya seni kriya belum dilaksanakan sampai pada penentuan nilai ekonominya, terutama yang dikuasai oleh pemerintah. Sementara di dunia bisnis lelang karya-karya seni kriya memiliki nilai ekonomi sangat tinggi.
Dari uraian diatas dapat ditarik sebuah latar belakang, Penilaian karya  seni kriya Istana Keprisidenan RI sebagai bagian menginventarisasi dan mengetahui berapa nilai ekonomisnya. Penghitungan asset seni yang berada di istana Negara yang bernilai relative tinggi. Diciptakan cara penghitungan yang lebih simple untuk mengetahui nilai yang terkandung dalam karya seni kriya Istana Kepresidenan tersebut. Mengingat belum adanya metode yang tepat dalam penghitungan aset Negara itu.

III.  Seni Kriya
Nilainya seni kriya  dapat dilihat melalui kesejarahan/akuisisi, artistic, dan pembahanan. Kesejarahan terkait erat dengan historic explanations, yakni  produk seni kriya telah mengalami keterkaitan dengan tokoh pemakainya dalam fungsi pada kurun waktu/masa tertentu. Artistik umumnya terkait dengan masalah bahan, pengerjaan, dan apek visual seperti bentuk, gaya, motif dan lainnya. Bahan yang menggunakan material langka, seperti emas, perak, batu mulia dll juga mermiliki nilai tanbah yang penting dalam penilaian. Memang ketika kita berbicara masalah nilai dalam seni pasti terjadi perdebatan terutama penentuan masalah ekonomisnya karena terdapat nilai diluar fisiknya seperti arti, makna, fungsi dan lainnya. Maka pengelompokkan seni kriya ini diupayakan ada pemilahan yang baik, terutama karya yang memiliki nilai kesejarahan dengan karya-karya seni kriya aset budaya. Juga seni kriya yang diproduksi secara masal pada zaman sekarang, yakni seni rakyat yang dibuat oleh para perajin kecil  yang dikelompokkan sebagai usaha mikro kecil menengah (UMKM). Jenis seni kriya dimasyarakat itu mengutamakan kerja handmade dan mengandalkan ketekunan dan kreativitas. Seni kriya seperti ini berciri khas wilayah atau daerah penghasil yang kemudian menjadi salah satu produk budaya masyarakat itu.
Seni kriya memiliki akar kuat, yakni nilai tradisi yang bermutu tinggi atau bernilai adhilung. Sebab pada masa lampau, para empu keraton menghasilkan karya seni dengan ketekunan dan konsep filosofi tinggi memberikan legitimasi pada produk seni kriya tempo dulu. Konsep itu termasuk pola pikir metafisis yang mengandung muatan nilai-nilai spiritual, religius, serta magis. Kesadaran kolektif terhadap lingkungan alam,  solidaritas yang tinggi dan didukung oleh tatanan budaya  tradisional yang ternyata telah menghasilkan seni kriya yang berkualitas adhiluhung mencerminkan jiwa zaman. Seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan pada masa dari sebuah budaya berlangsung. Jiwa zaman ini memberikan letupan-letupan semangat berkarya pada masing-masing jiwa pendukungnya. Oleh karena itu, ke-adhiluhungan-nya adalah sebuah karya yang kemudian diukur dari siapa pendukung dan siapa penikmatnya. Sebab pada zaman kerajaan membedakan strata masyarakat ningrat dan rakyat biasa, sehingga keduanya memiliki test (selera) yang berbeda dan secara formal maupun non formal rakyat  ditabukan untuk memiliki atau memakai produk yang mirip dengan apa yang ada di keraton. Nah inilah yang kemudian membedakan sumber wilayah munculnya seni kriya yakni karya yang dihasilkan dari Jeronbetèng (dalam keraton), Jabanbetèng (luar keraton) dan bahkan Pesisiran (pantai). Tentu adhiluhung selalu dikaitkan dengan apapun karya-karya yang berada di keraton, sebab memang karya-karya kriya yang berada di dalam keraton memiliki legitimasi tersendiri sehingga sangat disakralkan dan diagungkan, maka banyak orang menganggap adhiluhung karena dari keraton. Lain halnya dengan karya yang dibuat oleh jaban keraton dianggap sebagai karya rakyat jelata yang bersifat profan dan tanpa memiliki makna yang luhur atau adiluhung itu.
Maksud adhiluhung pada masa sekarang telah berbeda dengan adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan kerajaan lagi, maka pemerintah Indonesia melindungi bentuk-bentuk kebudayaan tradisi yang telah berakar kuat dan menjadi trademark daerah tertentu atau wilayah tertentu, yang memiliki ciri khas tersendiri sebagai bagian dari seni kriya, misalnya seni ukir Jepara, seni batik Yogya-Solo, motif Dayak, keris, dan lain sebagainya. Artefac itu, ada memiliki nilai tersendiri dari sebuah bagian dari kreativitas lokal pada komonitas pengrajin maupun karya yang secara mentradisi berada dalam sebuah lingkup kerajaan. Dengan demikian adhiluhing juga memiliki kekuatan sebagai karya yang telah didukung oleh masyarakatnya.
Seni kriya pada setiap wilayah memiliki kekhasan masing-masing, sesuai dengan latar belakan budayanya. Umumnya mereka menciptakan produk karya kriya sebagai bagian peralatan tata upacara adat, peralatan harian untuk bekerja, dan rumah tangga. Seni kriya telah menjadi salah satu bentuk produk yang diciptakan dan digunakan secara terus-menerus sesuai dengan kegiatan upacara adat. Atas keyakinan itu, tentu produk itu kemuadian disakralkan, ketika keadaan kondisi social kehidupan masyarakat telah banyak mengalami perubahan, bahkan pada beberapa bentuk seni tradisi itu hilang, maka nilai keantikan dan kesejarahannya menjadi tinggi. Banyak produk kriya seperti peratan-peralatan rumah tangga telah tergantika dengan peralatan produk pabrik yang lebih modern. Oleh karenanya, karya-karya itu kemudian menjadi bagian sejarah yang dipajang di museum-museum.
Produk seni kriya yang diterapkan untuk berbagai produk keperluan hidup, di antaranya hiasan anyam sebagai unsur hias periuk belanga yang terdapat di daerah Pacitan Jawa Timur. Bukti bahwa bangsa Indonesia telah mengenal budaya seni rupa berupa benda keperluan hidup sejak puluhan ribu tahun lalu. Hiasan yang diterapkan pada moko-moko, kapak upacara, dan genderang perunggu, merupakan bukti pengenalan budaya berkesenian bangsa Indonesia yang hingga kini masih dapat dilihat berupa artifact cetakan perunggu di Manuaba, Buleleng, Bali.
 Sejalan dengan datangnya pengaruh pembaruan, yakni setelah bangsa Indonesia mengenal kehidupan beragama Hindu, lahirlah karya monumental berupa bangunan candi yang penuh dengan hiasan rupa. Kebutuhan seni kriya itu demikian melekat pada kehidupan manusia, sehingga pada setiap benda yang digunakan oleh manusia dapat ditemukan unsur hias sebagai penambah indahnya suatu barang. Rumah tradisional Kudus, misalnya, memiliki gebyok berukir indah dan rumit yang dinarasikan lembut bagai rambut dan halus bagai sutera, hiasan ukiran yang diterapkan pada bangunan rumah tradisional para bangsawan. Demikian pula datangnya pengaruh Islam terbukti telah mendorong timbulnya kegiatan cipta seni kriya yang cenderung memanfaatkan metode stilisasi dan deformasi dalam penciptaan seni kriya. Usaha stilisasi dan deformasi itu sebagai upaya penyesuaian pola cipta dengan pandangan hidup masyarakat saat itu, utamanya terkait dengan norma agama Islam yang tidak membenarkan seseorang menyekutukan Allah dengan benda buatan manusia. Meskipun, disadari bahwa saat ini hal itu sudah tidak ditabukan lagi karena meningkatnya pengetahuan dan kesadaran umat manusia yang semakin dewasa dalam beriman.
Seni kriya tersebut dilindungan Negara sebagai Benda Cagar Budaya (BCG), dijunjung tinggi sebagai bentuk hasil seni yang menunjukan harkat dan martabat bangsa. Oleh karenanya, inventarisasi seni kriya sebagai barang-barang artifact ini diharapkan tidak hilang dan dapat sipakai sebagai bentuk pembelajaran anak cucu kita. Jangan sampai kita belajar budaya sendiri dari bangsa Negara lain.
Seni kriya ini memiliki ragam artistic pada masing-masing daerah, ragam motif seni hias, bahan, dan tekniknya menjadi penentunya. Oleh karena itu, dalam menginventarisasi seni kriya ini memerlukan pendekatan visual melalui unsure-unsur yang di kandungnya. Unsur-unsur itulah yang membedakan produk seni kriya pada setiap daerah. Seperti gaya,  motif, bentuk, fungsi, teknik, bahan, sejarah, warna, dan karakter. Bahkan mengenai maslah ukuran, garis, warna, tektur, dan mengaturan unsure visual sebagai ciri khasnya.
Seni kerajinan merupakan produk seni dari para perajin, umumnya dilakukan di kantong-kantong wilayah sebagai sentra seni kerajinan. Masing-masing  wilayah itu memiliki hasil kerajinan sebagai trademark budayanya masyarakat setempat. Kegiatan ini menjadi bentuk mata pencaharian masyarakat yakni sebagai perajin. Umumnya berorientasi pada material dan ketrampilan pengerjaan local yang mentradisi. Seni kriya ini dapat dipahami sebagai suatu karya yang dikerjakan dengan menggunakan alat-alat sederhana, mengandalkan keterampilan tangan (craftsmanship), dengan dasar industri rumah tangga dan memiliki nilai-nilai guna untuk memenuhi kebutuhan manusia serta kepentingan ekonomi.
Karya seni kerajinan sangat kental merefleksikan lingkungan budaya dan geografis tempat karya itu diciptakan. Artinya, seni kerajinan baik dalam hal proses, teknik pembuatan, bentuk karya dan fungsinya, mencerminkan adanya nilai-nilai estetika, etika, dan logika yang menjadi sistem acuan para kriyawannya. Seni kerajinan dalam kaitannya dengan kebudayaan, menjadi salah satu bentuk ekspresi manusia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Maka dapat pula dipahami bahwa dalam seni kerajinan sangat menjaga nilai fungsional untuk terus memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia, identitas, integritas sosial, interaksi yang melibatkan orang lain serta nilai-nilai keindahan, pertimbangan-pertimbangan estetik yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya masyarakat pendukungnya.

IV.             Aspek Inventarisasi Seni Kriya
1.      Gaya
Pengertian gaya dapat berarti corak, juga aliran dalam seni. Aliran seni rupa selalu hadir dari hasil kreativitas para senimnannya, sejalan dengan perkembangan zaman muncul aliran-aliran baru sebagai gaya bagi pengikutnya. Orang yang hidup pada zaman yang sederhana memiliki ekspresi seni yang sederhana pula, demikian pula orang yang hidup di zaman modern memiliki ekspresi kekinian pula, bahkan pada zaman postmodern. Aspek gaya dalam seni kriyapun memiliki hal yang sama, seni rupa sebagai peninggalan sejarah tentu memiliki gaya yang menyesauaikan zamannya. Umumnya membedakan corak ini hanya pada primitive dan klasik saja. Padahal untuk membuat inventarisasi seni kriya memerlukan unsure gaya yang lebih untuk dapat memberi kemungkinan pembeda yang lebih jelas. Unsur itu adalah:
a.          Primitif: Karya yang dihasilkan memiliki nuansa pra sejarah, lebih sederhana baik bentuk dan teknologi pembuatan, contohnya adalah karya seni kriya masyarakat Papua, juga tiruan kapak batu buatan Sangiran, dan lainnya.
b.         Klasik: Gaya klasik biasanya menjadi tolok ukur kesempurnaan dari sebuah puncak kebudayaan dan abadi, umunya menjadi tolok ukur kesempurnaan. Contohnya keris, motif lulunglungan pada batik, dan lainnya.
c.          Modern: Merupakan corak gubahan dari kreasi baru yang yang sebelumnya belum ada yakni seni kriya kontemporer, gaya ini umumnya lebih bernuansa global mengikuti perkembangan zaman.

Gaya juga dapat ditengarai dari aspek pengorganisasian visual, yakni:
a.          Dinamis, contras: memiliki unsur pengorganisasi unsure gerak garis dan warna yang berciri misalnya untuk garis posisi garis vertical dan diagonal, dan untuk warna yang lebih bride/menyala.
b.         Calm, statis: memiliki unsur organisasi bernuansa datar seperti garis yang horizontal dan warna lebik gelap.
2.      Bentuk
Bentuk merupakan penjabaran geometric, dapat berupa unsur dua dimensional seperti titik, garis, bidang, ( persegi atau lingkaran). Dapat juga untuk menerangkan benda padat seperti kubus dan bola. Dalam seni kriya bentuk dapat ditengarai dari bentuk keseluruhan seni kriya dan bentuk sebagai motif hiasnya atau bentuk sendiri sebagai motifnya. Namun demikian sering kali bentuk langsung menunjuk pada nama lain berdasarkan bentuk yang ada. Seperti bentuk kotak, bentuk sapi, bentuk gunung, dll. Oleh karenanya bentuk kemudian di tetapkan sebagai berikut:
a.          Bentuk dari tingkatan kualitas: sederhana, semi rumit, dan rumit.
b.         Bentuk dari trimatra: bersegi, bulat, dan bebas
c.          Bentuk dari kemiripan umum: bentuk sapi, mausia, gunug, dan lain sebagainya.

3.      Fungsi
Fungsi sangat berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia, yakni kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Seni kriya yang berfungsi pemenuh kebutuhan jasmani dapat ditemui pada produk seni kriya yang erat dengan perkakas rumah tangga. Sementara kebutuhan rohani terkait dengan penyegaran jiwa. Ada tiga kategori fungsi sbb:
a.       Fungsi personal: terkait dengan kepuasan jiwa, individu, diri sendiri
b.      Fungsi Sosial: terkait dengan ekonomi, politik, budaya, dan magis
c.       Fungsi Fisik: terkait dengan pemenuhan kebutuhan praktis, peralatan rumah tangga.
Dalam perwujudannya fungsi-fungsi ini bisa saling overlapping, yang membuat produk memiliki tingkatan fungsi yang multi namun terpadu.

4.      Bahan
Bahan atau material dalam seni kriya memiliki peran penting, sehingga bahan ini di Indonesia dipakai untuk menyebut berbagai prodak seni kriya dari kaca mata bahan, sehingga ada sebutan seni kriya kayu, logam, kulit, dan lainnya, namun juga ada yang menyebut dari teknologinya seperti kriya keramik, batik, textile, dll. Dalam mengiventarisasi persoalan bahan sangat penting agar tidak salah yang berakibat kekeliruan di data. Oleh karenanya perlu pembekalan tentang pengetahuan bahan ini pada inventor. Dalam seni kriya bahan dikelompokan menjadi:
a.       Bahan non organic : Tanah liat, logam, kaca, krital, dan plastic
b.      Bahan organic: kayu, pelepah, rotan, kulit, tulang/gading, dan tetumbuhan.
c.       Mix media: campuran
Pembagian bahan dapat juga mengacu pada nilai harga barang
a.       Bahan “mahal”: yakni bahan logam mulia, atau bahan langka, contohnya  emas, berlian, platinum,  batu mulia, gading atau kayu langka (stigi, galeh kelor, dll)
b.      Bahan “murah”: yakni berupa bahan yang mudah didapat di pasaran, sperti plastic, kaca, besi, kayu non jati, dll.

5.      Teknik Pengerjaan
Dalam seni kriya teknik merupakan cara manusia untuk menyelesaikan persoalan. Persoalan yang dimaksud adalah bagaimana seorang kriyawan menyelesaikan produk melalui tindakan menggunakan alat bantu. Umumnya seni kriya lebih banyak unsure handmade-nya menggunakan ketrampilan tangan pengrajin. Ketekunan pengrajin mengandalkan ketrampilan tangan memiliki nilai yang lebih dari pada menggunakan alat bantu. Maka dalam inventarisasi mengacu pada proses pengerjaannya yakni,
a.    Handmade: yakni dengan ketrampilan tangan dan ketekunan pembuatnya, dominan dikerjakan dengan tangan
b.   Semi mesin: yakni sebagian pekerjaan dilakukan dengan bantuan alat mesin, yang bertujuan untuk mempercepat proses dan presisi.
c.    Mesin: teknik pengerjaan dengan mesin memiliki kecepatan dan ketepatan lebih baik, namun unsur seninya menjadi berkurang ketika pekerjaan dilakukan semua dengan mesin.

6.      Warna
Warna dianggap sebagai interpretasi otak yakni info dari optic berupa campuran tiga warna primer merah, kuning, dan biru. Sementara putih adalah memantulkan spectrum cahaya yang dapat terlihat oleh mata seperti terang, warna-warni akan terlihat ketika melewati prisma akan tampak (pelangi). Sementara warna hitam adalah bukan warna, yakni tidak memantulkan spectrum warna ke mata. Di dalam seni kriya inventarisasi dilihat dari aspek jumlah warna yang ditampilakan.
a.       Warna-warni: menampilan banyak warna lebih dari tiga warna, baik gradasi maupun mentup.
b.      Monochrome: menggunakan satu warna namun bergradasi
c.       Block: menggunakan satu warna sehingga menutup sifat bahan.

7.      Finishing
Finishing adalah pekerjaan teakhir dari proses untuk menyelesaikan produk seni kriya, berfungsi untuk memperindah karya sekaligus sebagai bahan pelindung yang melapisi karya itu, hampir mirip dengan penerapan pewarnaan. Dalam seni kriya finishing dibagi menjadi dua jenis yang dilihat dari proses pengerjaannya.
a.       Alamiah, yang berarti memberikan pelapisan  alami proses yang berupa perekatan dari proses kimiawi. Seperti lapisan glasir pada keramik, lapisan emas pada tembaga, lapisan perak pada kuningan, dn lain sebagainya.
b.      Buatan, berarti finishing yang dilakukan dengan cara penempelan secara sintetik pada benda kriya seperti cat, melamin, politur, dll.

V.                Studi Kasus Metode Penghitungan Nilai Harga pada Seni Kriya Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia
A.    Pentingnya Penilaian
 Koleksi karya  kriya Istana Kepresidenan RI ribuan jumlahnya.  Sebagai salah satu tempat koleksi seni yang bernilai tinggi tentu kualitas karya  kriya yang ada telah terseleksi dengan baik. Jenis karya  kriya terdiri dari kriya kayu, kriya keramik, kriya logam, kriya batu, kriya kristal, dan lain-lain, baik yang bernilai guna maupun sebagai benda pajang. Karya  kriya itu tentu memiliki nilai ekonomis  tinggi dengan mempertimbangkan aspek akuisisi, nilai seni, pembahanan, dan tingkat keunikannya. Presiden  Soekarno misalnya, sebagai presiden  pertama yang karismatik dan gemar mengkoleksi Karya  kriya seni adalah sosok yang sebagai dipakai sebagai bahan pertimbangan tersendiri dan ternyata mampu mengangkat citra karya  kriya menjadi lebih bernilai, demikian juga inisiasi dari presiden-presiden berikutnya. Penilaian karya  kriya untuk menginventarisasi dan mengetahui berapa nilai ekonomisnya. Koleksi-koleksi itu ternyata memiliki nilai milyaran bahkan triliunan rupiah.
Syarat-syarat penilai antara lain:
(1) Memiliki pengetahuan tentang seni kriya
(2) Memiliki pengetahuan ilmu bahan
(3) Memiliki penegtahuan proses pengerjaan seni kriya.
(4) Memiliki artistic sensitivity

B.     Identitas Karya Seni Kriya
 Diperlukan data untuk memberikan indentitas karya,  yakni dengan opservasi langsung mendata secara fisik pada objek karya seni kriya istana. Menggunakan alat  berupa kamera, timbangan, alat tulis, form inventaris, meteran, dan alat lain untuk mendukung pendataan data objek karya. Data awal yang didapat  mencakup, nomer Inv, no reg., nama/judul, asal, lokasi, bentuk, warna, ukuran, motif/gaya, teknik pembentukan, bahan, dan volume (kg, m3, gram, ft, dll). Hasilya adalah data gambar foto dan keterangannya.

C.    Indikator Harga Pasaran Sebagai Bahan Pembanding
1.      Latar Belakang
Pembanding yang pernah dirumuskan di Istana Kepresidenan Yogyakarta, yakni dengan mencari pembanding yang berupa produk yang mirip untuk memberi  nilai  harga sejenis yang ada di pasaran masih dirasa belum sesuai. Dalam mencari validitasi objek karya pembanding mengalami kesulitan dalam menentukan layak dan tidaknya sebagai bahan pembanding, sebab jika karya dinyatakan sebagi barang antic standar harganya unpredictable.   Oleh karena itu, pada kesempatan menilai karya di Istana Bogor pada tanggal 03-07 Maret 2011 diperbaiki dengan menggunakan bahan pembanding yang berpatokan dengan production cost (biaya bahan dan pengerjaan) karya seni kriya mutakhir. Berpatokan dengan cost produksi, ternyata memiliki objektivitas lebih baik dibanding dengan metode  pembanding barang sejenis seperti yang dirumuskan di Yogyakarta. Tentu cost produksi seni kriya setiap tahun selalu berubah sesuai dengan perkembangan pasar.

2.      Harga Patokan di Pasaran
-          Bahan
Bahan menentukan sebagai bagian yang dinilai, banyak kriya yang dibuat dengan material yang relative mahal. Tingkat kemahalan bahan dibagi menjadi tiga yakni sangat mahal, mahal, dan murah. Emas, intan, dan kristal digolongkan menjadi barang mahal, nilai barang ini akan selalu berubah sesuai dengan harga pasar dunia, sehingga dalam penilaian juga mempertimbangkan fluktuasi inflasi. Namun karena aspek nilai seni dan akuisisi mendominasi, umumnya hanya bahan sangat mahal yang nilainya berpengaruh. Selain bahan di atas terdapat pula jenis bahan mahal karena alasan tertentu, seperti bahan kayu sangat mahal karena langka (misalnya kayu cendana, stigi, dll), atau bahan batu langka yang mahal dan susah pengerjaannya (seperti batu rubi, cubung, dll). Nilai pembahanan tentu juga menjadi pertimbangan dalam mencari Karya  kriya di pasar sebagai bahan pembanding.

-          Aspek Pengerjaan
Handmade adalah aktivitas kerja yang dilakukan dengan ketrampilan tangan. Nilai kriya menjadi berharga jika dikerjakan dengan ketrapilan tangan. Umumnya ketrampilan tangan banyak dilakukan oleh para pekriya yang mebuat karya  kriya  atau para pengrajin yang kreatif, inovatif, serta memiliki tingkat ketrampilan tangan yang rajin, teliti, bahkan hasil karya  kriyanya susah ditiru oleh orang lain. Ketrampilan tangan dapat membedakan ciri khas, gaya, karakter si kriyawannya. Sehingga nilai yang terkandung dalam proses kerja tangan ini memiliki peringkat yang lebih jika dibandingkan dengan kerja semi mesin dan murni menggunakan mesin karya  kriya.

-          Aspek Finishing
Proses finishing  dibagi menjadi dua untuk membedakannya yakni, alamiah dari ptoses dan buatan. Alamiah dari proses adalah finishing dilakukan dengan cara menyatukan finishing menyesuaikan dengan sifat badan yang akan difinishing, yang juga dapat memberikan kekuatan melindungi benda dan memberi efek kesan baik/indah/antik, seperti proses finishing pada karya  kriya keramik dengan glasir,  disamping memberi efek keindahan juga memberi perlindungan badan keramik itu sendiri, sebab ada pula kramik yang difinishing dengan cara diolesi dengan  cat, apalagi jika catnya tidak senyawa dengan badan karya  kriya tentu akan mudah terkelupas, maka hal ini digolongkan dengan finishing buatan. Dalam Karya  kriya logam perunggu  misalnya dengan teknik pengolesan warna coklat dari bahan Sn (sejenis bahan kimia yang sering dipakai untuk memberi efek coklat pada bahan kuningan dan tembaga oleh pengrajin logam), akibat interaksi logam dengan kimia Sn  maka didapat efek yang menarik meyatu dengan badan sehingga nuansa bahan masih kelihatan. Demikian juga proses coating dengan electroplating akan berimplikasi baik dan bernilai.
-          Harga Patokon Bahan yang Dihitung sekaligus Pengerjaan
Harga didapat berdasarkan pada informasi valid tahun 2011,  merangkum dari wawancara dengan pedagang bahan, pengusaha, seniman dan pengrajin di Indonesia dan harga bahan umum yang ada di media termasuk informasi dari internet.  Berikut disampaikan daftar cost produksi tahun 2011,
NO
NAMA BAHAN
SATUAN
TEKNOLOGI PENGERJAAN DAN FINISHING
Handmade
Semi Mesin
Mesin/Rekayasa
Alamiah
Buatan
Alamiah
Buatan
Alamiah
Buatan
1
Emas
Gr
670,000
620,000
635,000
585,000
625,000
575,000
2
Perak
Gr
27,000
23,000
24,200
20,200
23,400
19,400
3
Perunggu
Kg
435,000
385,000
400,000
350,000
390,000
340,000
4
Kayu Jati
M3
43,200,000
37,200,000
39,000,000
33,000,000
37,800,000
31,800,000
5
Kayu non jati
M3
32,200,000
26,200,000
28,000,000
22,000,000
26,800,000
20,800,000
6
Kayu bertuah/ langka
M3
48,200,000
42,200,000
44,000,000
38,000,000
42,800,000
36,800,000
7
Besi
Kg
246,000
196,000
211,000
161,000
201,000
151,000
8
Batu paras
M3
14,600,000
11,600,000
12,500,000
9,500,000
11,900,000
8,900,000
9
Batu andesit
M3
30,700,000
24,700,000
26,500,000
20,500,000
25,300,000
19,300,000
10
Batu langka
M3
137,600,000
129,600,000
132,000,000
124,000,000
130,400,000
122,400,000
11
Kulit  perkamen
Kg
1,822,500
1,447,500
1,560,000
1,185,000
1,485,000
1,110,000
12
Kulit tersamak krom
Feet
70,250
62,750
65,000
57,500
63,500
56,000
13
Kaca
Kg
113,250
90,750
97,500
75,000
93,000
70,500
14
Kristal
Kg
9,550,000
8,050,000
8,500,000
7,000,000
8,200,000
6,700,000
15
Kain ATBM
M2
1,040,000
840,000
900,000
700,000
860,000
660,000
16
Kain  proses mesin
M2
480,000
380,000
410,000
310,000
390,000
290,000
17
Keramik: Porselin
Kg
125,500
100,500
108,000
83,000
103,000
78,000
18
Keramik: Stoneware
Kg
6,118
6,093
6,100
6,075
6,095
6,070
19
Keramik:Earthenware
Kg
60,750
48,250
52,000
39,500
49,500
37,000
20
Stenlisteel
Kg
26,750
24,250
25,000
22,500
24,500
22,000
21
Gading/tanduk
Kg
261,000
231,000
240,000
210,000
234,000
204,000
22
Plastik
Kg
627,500
502,500
540,000
415,000
515,000
390,000

-          Koefisien
Definisi berasal dari bahasa latin yaitu bersama-sama, sedangkan efficiens yaitu menghitung. Koefisien merupakan bagian bilangan (konstan) hasil hitungan. Misalnya, koefisien gesekan, koefisien muai panjang, koefisien muai luas, koefisien muai volum, dan koefisien tekanan. Koefisien merupakan bagian suku yg berupa bilangan atau konstan, biasanya dituliskan sebelum lambang peubah, spt angka 2 dalam 2 x atau dalam 2 (x + y). Daftar koefisien berikut hasil dari penghitungan Departemen Keuangan Republik Indonesia, secara umum untuk membedakan  perbedaan jarak wilayah dari pusat wilayah Negara dari aspek biaya distribusi yang mempengaruhi nilai harga barang.
No
Propinsi
Jarak dari ibu Kota Popinsi
s/d 20 km
20 km s/d 100 km
> 100 km atau berbeda pulau
1
Nanggroe Aceh Darusallam
1.19
1.20
1.24
2
Sumatera Utara
1.14
1.15
1.19
3
Sumatera Barat
1.20
1.21
1.25
4
Riau
1.18
1.19
1.23
5
Kepulauan Riau
1.28
1.29
1.33
6
Jambi
1.12
1.13
1.17
7
Sumatera Selatan
1.11
1.12
1.16
8
Bengkulu
1.17
1.18
1.22
9
Bangka Belitung
1.22
1.23
1.27
10
Lampung
1.05
1.06
1.10
11
Banten
1.02
1.03
1.07
12
DKI
1.00
1.01
1.05
13
Jawa Barat
1.03
1.04
1.08
14
Jawa Tengah
1.05
1.06
1.10
15
D.I. Yogyakarta
1.06
1.07
1.11
16
Jawa Timur
1.04
1.05
1.09
17
Kalimantan Barat
1.22
1.23
1.27
18
Kalimantan Tengah
1.25
1.26
1.30
19
Kalimantan Timur
1.24
1.25
1.29
20
Kalimantan Selatan
1.20
1.21
1.25
21
Sulawesi Selatan
1.21
1.22
1.26
22
Sulawesi Tengah
1.38
1.39
1.43
23
Sulawesi Tenggara
1.37
1.38
1.42
24
Sulawesi Barat
1.36
1.37
1.41
25
Gorontalo
1.34
1.35
1.39
26
Sulawesi Utara
1.35
1.36
1.40
27
Bali
1.17
1.18
1.22
28
NTT
1.26
1.27
1.31
29
NTB
1.24
1.25
1.29
30
Maluku
1.43
1.44
1.48
31
Maluku Utara
1.45
1.46
1.50
32
Papua Barat
1.47
1.48
1.52
33
Papua
1.52
1.53
1.57
Hasil dari penghitungan perkalian harga bahan dan produsi didapat harga dasar yang ada di pasaran. Hal demikian akan berubah lebih setelah melalui penambahan perhitungan aspek penyesuaian.

D.    Faktor-faktor Penyesuaian
1. Penyusutan
Kondisi fisik umumnya relative mudah untuk diketahui, jika memiliki badan baik tidak gompel,  ornamentasi masik utuh belum terluka atau tergores, warna masih baik ditandai dengan tidak adanya perubahan yang  signifikan,  bagian bawah masih utuh, dan ciri-ciri lain jika dibandingkan dengan objek pembandingnya. Sedangkan berkategori sedang yaitu obyek yang telah teluka, gompel, dekok, permukaan/warna sedikit rusak/tergores. Sedangkan yang rusak adalah yang telah retak hampir putus, keropos berat, berjamur, pecah, atau telah pecah namun disambung/dilem dengan masih memperlihatkan sisi kerusakannya, sehingga tidak layak dipajang.     Penyusutan karya kriya sebagai cara untuk mengurangkan penilaian seni kriya yang diakibatkan unsur kerusakan. Dalam penentuan penyusutan ini menggunakan gradasi penilaian atas batas-batas kerusakan dengan urutan: baik, sedang, jelek, dan jelek sekali. Liat table penysusuan:
Penyusutan
Sangat baik
0%-10%
Baik
lebih dari 10%-25%
Sedang
lebih dari 25%-75%
Jelek
lebih dari 75%-80%
Jelek sekali
lebih dari 80%

2. Benda Cagar Budaya (BCB)
Menurut Undang-undang No 5 Th 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dalam penilaian BCB memiliki porsi yang tinggi.
Benda Cagar Budaya (BCB)
Kategori BCB
500%
Bukan BCB
0%

3. Aspek Kesejarahan
Penentuan aspek kesejarahan mengikuti tata urutan perubahan karya  kriya pada tiap masa sejarah. Dalam penghitungan ini dibagi menjadi empat tahap yakni prasejarah, klasik, modern, dan postmodern. Pembagian ini telah disepakati sebagai bagian yang umum dipakai dalam membagi masa dalam membahas karya  seni rupa. Perhitungan dalam bentuk prosentasi untuk memberi perbedaan dengan karya  kriya lain sebagai pembanding. Tingkat pembeda dicari selisih perbedaan prosentase pada aspek kesejarahan. Catatan: Penilaian terhadap zaman prasejarah dan zaman klasik prosentasenya lebih banyak zaman klasik, hal ini telah dipertimbangkan pada aspek kesejarahan dengan eksplanasi yang lebih komplek dan secara valid dapat diketahui asal-usulnya.
Aspek Kesejarahan
Pra Sejarah
30%
Klasik
40%
Modern
20%
Post Modern
10%
     
4. Aspek Tingkat Keindahan Visual
Untuk menentukan tingkat keindahan pada sebuah Karya  kriya tentu sifatnya sangat subyektif, tergantung pada background penilai masing-masing namun terdapat rambu-rambu pokok sebagai patokan secara sederhana guna melakukan penilaian. Didalam penilaian dibagi menjadi tiga tahap yakni nilai tinggi, sedang, dan biasa. Nilai tinggi dapat dilihat dengan (1) bentuk sempurna, (2) proporsi sempurna, dan  (3) ornamentasi sempurna. Sedangkan urutan dibawahnya menyesuaian dengan kualitas karya  kriya sebelumnya. Cara lain dengan membandingkan Karya  kriya sejenis yang ada di museum yang kemudian diperbandingkan secara nilai keindahan visualnya satu dengan yang lain sebagai urutan penilaian.
Tingkat keindahan
Seni Tinggi
60%
Seni Sedang
30%
Seni Biasa
10%

5. Orisinalitas dan Sertivikasi
Untuk memperhitungkan asli dan tidak asli memang sangat sulit, umumnya dibuat oleh para pekriya-pekriya yang jarang sekali mencantumkan inisial dirinya pada Karya  kriya tersebut, apalagi sertivikasi sangat jarang dilakukan. Oleh karena itu, untuk menentukan asli dan tidaknya dalam koleksi istana penilaiannya dilakukan dengan cara melihat dari sisi pembahanan, gaya, finishing, serta membandingkan ciri-ciri karya  kriya yang ada di tempat lain, misalnya di candi-candi jika obyek mirip dengan unsur percandian . Sebagai contoh untuk mengetahui sebuah patung batu asli barang cagar budaya atau bukan ditentukan dari kriteria bahan asli atau buatan. Tentu untuk menentukan tidak semua penilai dapat melakukan, oleh karena itu koleksi-koleksi lama yang ada di istana Negara dapat diketahui masa pengadaannya, jika masa lebih 50 tahun maka diasumsikan termasuk barang yang asli sesuai dengan aturan dalam penilaian BCB.
Orisinalitas
Asli
90%
Tiruan
10%

6. Kuantitas Karya  Kriya dan Kelangkaan
 Kelangkaan suatu Karya  kriya menjadi pertimbangan penting, sebab bisa saja terjadi benda yang dianggap langka setelah diketemukan lagi lebih banyak menjadi benda yang biasa, bahkan tidak bernilai karena kuantitas memenuhi pasar. Seperti penemuan keramik di Pantai Utara Jawa, ketika ditemukan seorang nelayan memiliki harga mahal, namun begitu diekplorasi ditemukan lebih banyak, maka nilai menjadi turun karena banyaknya karya  kriya keramik yang diketemukan. Demikian juga karya  kriya jika dibuat dalam jumlah terbatas, memiliki nilai lebih dari pada karya  kriya yang telah diproduksi secara masal. Kelangkaan diakibatkan jumlahnya terbatas, sulit diketemukan, umurnya sudah ribuan tahun, atau bahkan hanya satu-satunya.
Kelangkaan
 Langka
50%
Sedang
40%
Banyak
10%




7. Aspek Fungsi
Fungsi sebuah benda dapat bersifat individu, sosial, dan fisik. Fungsi dalam penilaian seni kriya di istana kepresidenan bergradasi maksimen 500%, tergantung tingkatan kepentingan. Kegamaan dan monumental memegang nilai tertinggi.
Aspek fungsional (maksimal 500%)
Ada, untuk keagamaan/monumental
< 500%
Tidak ada
0%

8). Riwayat Akuisisi
Sebagai Karya  kriya di museum Istana Negara tentu memiliki nilai yang susah untuk diperhitungkan secara nalar. Pengaruh sejarah akuisisi menjadi sangat penting  untuk memberi nilai pembeda tiap obyek karya  kriya yang dinilai dengan karya  kriya pembanding yang ada. Karya  kriya  yang dikoleksi, sebagai contoh karya  kriya yang pernah dipakai oleh Presiden Soekarno, nilainya akan berbeda dengan karya  kriya yang dibeli oleh rumah tangga istana, apalagi karya  kriya dari luar yang tidak memiliki sejarah akuisisi. Nilai akuisisi dalam penilaian ini dibuat menjadi empat tahap yang dinilai dengan kelipatan  prosentase relative besar (lihat table).
Riwayat akuisisi
Sebelum tahun 1960
500%
Setelah tahun 1960
200%
Pengadaan RT Istana Negara
100%

a.      Perubahan
Hasil penilaian Karya  kriya tentu menggunakan standardisasi harga-harga masa kini, harga ini akan mengalami kenaikan pada masa yang akan datang sesuai dengan perubahan inflasi pada tiap tahunnya.

Contoh Penilaian Seni Kriya Istana Keprisedenan:

Penilaian Benda Seni Kriya dengan Pendekatan Biaya







Kode:
dw100
1
Nomor Inventaris
:

(Lama)
4.50
(baru)
2
No. Reg.
:
3733




3
Jenis Koleksi
:
Kriya




4
Judul Karya
:
Alat Tenun




5
Asal
:
-




6
Nama Seniman
:
-




7
Tempat Penyimpanan
:
Museum Istana-Ruang Pamer F

8
Deskripsi benda







Jenis bahan
:
Kayu non jati dan benang


Teknologi pengerjaan
:
Handmade-Buatan




Riwayat akuisisi
:
-





Biaya reproduksi baru/satuan
:



26,200,000
m3

Koefisien daerah Jawa Barat
:
1.08


28,296,000


Berat/satuan
:



0.07
m3

Biaya pembuatan baru
:



  1,980,720


Penyusutan
:

5%

   99,036


- Sangat baik

0%-10%





- Baik

10%-25%





- Sedang

25%-75%





- Jelek

75%-80%





- Jelek sekali

lebih dari 80%





Nilai sekarang




 1,881,684
=

Benda Cagar Budaya (BCB)


0%

        -


- Kategori BCB

500%





- Bukan BCB

0%





Aspek kesejarahan


40%
:
  752,674
+

- Pra Sejarah

30%





- Klasik

40%





- Modern

20%





- Post Modern

10%





Tingkat keindahan


30%
:
    564,505
+

- Seni Tinggi

60%





- Seni Sedang

30%





- Seni Biasa

10%





Orisinalitas


90%
:
   1,693,516
+

- Asli

90%





- Tiruan

10%





Kelangkaan


50%
:
   940,842
+

- Langka

50%





- Sedang

40%





- Banyak

10%





Aspek fungsional (maks 500%)


100%
:
1,881,684
+

- Ada,keagamaan/monumental

< 500%





- Tidak ada

0%





Riwayat akuisisi


200%
:
   3,763,368
+

- Sebelum tahun 1960

500%





- Setelah tahun 1960

200%





- Pengadaan RT Istana Negara

100%





Nilai Wajar




 11,478,272
=













Bogor, 13 Februari 2012
Penilai                         : Indah S
Nara Sumber,
-          W. Budiyanto, S. Sos                            :………………………………

-          Dr.  Timbul Raharjo, M. Hum.               :……………………………….

-          Mikke Susanto, S. Sn.                            :………………………………

-          Agus Dermawan T.                                :………………………………..
  
-          Dra. Watie Moerany, M.Hum.               :………………………………..

Pihak Istana Kepresidenan,                                                    Kepala Istana Kepresidenan Bogor




Dra. Wahyuni Saptantinah                                                                  Drs. Samadi, M. Si.